Pembaca yang dirahmati Allah! Orang yang bahagia saat kedatangan
tamu dan sedih saat tamunya pulang pasti mencintai si tamu. Sebaliknya
orang yang sedih saat kedatangan tamu dan bahagia saat tamunya pulang,
pasti tidak menyenangi si tamu.
Ramadhan sebentar lagi akan
berakhir. Tamu Agung yang anugerahkan Allah bagi orang-orang yang
beriman itu akan meninggalkan kita. Mudah-mudah Allah Swt. senantiasa
membantu kita menata hati untuk selalu cenderung pada hidayahnya bukan
malah berbangga saat kesempatan emas untuk memperbanyak amal telah usai.
Ramadhan
memang akan berakhir tapi belum terakhir. Masih ada kesempatan untuk
menambah amal. Lebih-lebih di sepuluh malam terakhir. Allah Swt.
Memberikan bonus pahala besar-besaran pada salah satu malam di sepuluh
malam terakhir. Malam itu adalah malam Qadar (lailatul qadr). Tentunya
bagi mereka yang beriman dan beramal shaleh. Memperbanyak shalat,
dzikir, tilawah, sedekah dan amalan-amalan lainnya.
Berakhirnya
Ramadhan menjadi saksi atas amal-amal kita. Selamat bagi yang amalnya
baik, yang amalnya itu akan menolongnya untuk masuk Surga dan bebas dari
Neraka. Dan celaka bagi orang yang buruk amalnya lantaran kelengahan
dan menyia-nyiakan waktu Ramadhan. Maka perpisahan dengan Ramadhan
hendaknya diakhiri dengan kebaikan, karena ketentuan amal itu pada
pungkasannya. Barangsiapa berbuat baik di bulan Ramadhan hendaklah
menyempurnakan kebaikannya, dan barangsiapa berbuat jahat hendaklah ia
bertobat dan menjalankan kebaikan pada sisa-sisa umurnya. Barangkali
tidak akan menjumpai lagi hari-hari Ramadhan setelah tahun ini. Maka
hendaklah diakhiri dengan kebaikan dan senantiasa melanjutkan perbuatan
baik yang telah dilakukan di bulan Ramadhan pada bulan-bulan lain.
Karena Rabb yang memiliki bulan-bulan itu hanyalah satu, dan Dia
mengawasimu dan menyaksikanmu. Dan Dia memerintahkanmu untuk taat selama
hidupmu.
Barangsiapa menyembah Ramadhan maka sesungguhnya bulan
Ramadhan ini telah akan habis dan lewat. Tetapi barangsiapa yang
menyembah Allah maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup, tidak mati. Maka
teruskanlah beribadah padaNya dalam segala waktu. Sebagian orang
beribadah di bulan Ramadhan secara khusus. Mereka menjaga
shalat-shalatnya di masjid-masjid, memperbanyak baca Al-Quran, dan
menyedekahkan hartanya. Lalu ketika Ramadhan usai, mereka
bermalas-malasan, kadang-kadang mereka meninggalkan shalat Jum’at dan
tidak berjama’ah. Mereka itu telah merusak apa yang telah mereka bangun
sendiri, dan menghancurkan apa yang mereka bina. Seakan-akan mereka
menyangka, ketekunannya di bulan Ramadhan itu bisa menghapuskan dosa dan
kesalahannya selama setahun. Juga mereka anggap bisa menghapus dosa
meninggalkan kewajiban-kewajiban dan dosa melanggar hal-hal yang haram.
Mereka tidak menyadari bahwa penghapusan dosa karena berbuat kebaikan di
bulan Ramadhan dan lainnya itu hanyalah terhadap dosa-dosa kecil dan
itupun terikat dengan menjauhkan diri dari dosa-dosa besar.
Allah Ta’ala berfirman, artinya: “Jika
kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu
yang kecil).” (An-Nisaa’: 31).
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, artinya: “Shalat
lima waktu, Jum’at sampai dengan Jum’at berikutnya, dan Ramadhan sampai
Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi diantara
waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. “(HR. Muslim).
Dosa
besar mana selain syirik (menyekutukan Allah Ta’ala) yang lebih besar
daripada meninggalkan shalat? Tetapi meninggalkan shalat itu sudah
menjadi kebiasaan yang lumrah bagi sebagian orang. Ketekunan mereka di
bulan Ramadhan tidak ada gunanya sama sekali bagi mereka jikalau mereka
melanjutkannya dengan kemaksiatan-kemaksiatan berupa meninggalkan
kewajiban-kewajiban dan melanggar larangan-larangan Allah Ta’ala.
Sebagian ulama ditanya tentang kaum yang tekun ibadah di bulan Ramadhan,
tetapi setelah usai, mereka meninggalkannya dan berbuat buruk. Maka
dijawab: Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah kecuali di
bulan Ramadhan. Ya, benar. Karena orang yang mengenal Allah tentunya ia
akan takut padaNya setiap waktu (bukan hanya di bulan Ramadhan).
Bila
bukan karena kesadaran Sebagian orang kadang berpuasa Ramadhan dan
menampakkan kebaikan serta meninggalkan maksiat, namun itu semua bukan
karena keimanan dan kesadaran. Mereka mengerjakan itu hanyalah dalam
rangka basa-basi dan ikut-ikutan. Karena hal ini terhitung sebagai
tradisi masyarakat. Perbuatan ini adalah kemunafikan besar, karena
orang-orang munafik memang pamer kepada manusia dengan
menampak-nampakkan ibadahnya. Orang-orang munafik itu menganggap bulan
Ramadhan ini sebagai penjara, sementara yang ditunggu adalah usainya,
untuk berkiprah dalam kemaksiatan dan perbuatan perbuatan haram,
bergembira ria dengan usainya Ramadhan lantaran bebasnya dari
kungkungan.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:“Telah masuk pada kalian bulan kalian ini,” kata Abu Hurairah dengan menirukan dawuh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “tidak
ada bulan yang melewati Muslimin yang lebih baik bagi mereka
daripadanya, dan tidak ada bulan yang melewati orang-orang munafik yang
lebih buruk bagi mereka daripadanya,” kata Abu Hurairah dengan menirukan dawuh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam., “Sesungguhnya
Allah pasti akan menulis pahalanya dan sunat-sunnatnya sebelum
(mukmin)memasukinya (bulan Ramadhan itu), dan akan menulis dosanya dan
celakanya sebelum (munafik) memasukinya. Hal itu karena orang mukmin
menyediakan makanan dan nafakah/belanja di bulan itu untuk ibadah kepada
Allah, dan orang munafik bersiap-siap di bulan itu karena membuntuti
kelalaian-kelalaian mukminin dan membuntuti aurat-aurat
(rahasia-rahasia) mereka, maka dia (munafik) memperoleh jarahan yang
diperoleh orang mukmin.” (HR. Ahmad dan lbnu Khuzaimah dalam Shahihnya dan Abi Hurairah).
Kegembiraan
mukminin beda dengan munafikin. Orang mukmin bergembira dengan
selesainya Ramadhan karena telah memanfaatkan bulan itu untuk ibadah dan
taat, maka dia mengharap pahala dan keutamaannya. Sedang orang munafik
bergembira dengan selesainya bulan itu karena akan berangkat untuk
bermaksiat dan mengikuti syahwat yang selama Ramadhan itu telah
terkungkung.
Oleh karena itu orang mukmin melanjutkan kegiatan
setelah bulan Ramadhan dengan istighfar, takbir dan ibadah, namun orang
munafik melanjutkannya dengan maksiat-maksiat, hura-hura, pesta-pesta
musik dan nyanyian karena girang dengan berpisahnya Ramadhan dari
mereka. Maka bertaqwalah kepada Allah wahai hamba Allah, dan berpisahlah
dengan Ramadhanmu dengan taubat dan istighfar.
Menutup Ramadhan
Wahai
hamba Allah, termasuk hal yang disyari’atkan Allah dalam menutup
Ramadhan yang diberkahi itu adalah shalat led dan membayar zakat fitrah
sebagai rasa syukur kepada Allah Ta’ala atas telah ditunaikannya
kewajiban puasa. Sebagaimana Allah mensyari’atkan shalat Iedul Adha
sebagai tanda syukur kepada-Nya atas penunaian kewajiban ibadah haji.
Keduanya adalah Hari Raya Islam. Telah diriwayatkan secara shahih dari
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa beliau ketika datang di Madinah
penduduknya mempunyai dua hari yang mereka itu bermain-main di hari itu,
beliau bersabda:
“Sungguh Allah
telah mengganti untuk kalian dua hari tersebut dengan yang lebih baik
daripada keduanya, (yaitu) hari (raya) kurban dan hari (raya) fitri.”Maka
tidak boleh menambahi dua hari raya ini dengan mengadakan hari-hari
raya baru yang lain. Hari raya dalam Islam itu disebut ied (kembali)
karena dia it kembali dan berulang-ulang lagi setiap tahun dengan
kegembiraan dan kesenangan, karena karunia yang telah Allah mudahkan
berupa pelaksanaan ibadah puasa dan haji, yang keduanya itu adalah
termasuk rukun Islam.
Dan karena Allah mengembalikan pada dua
hari raya itu atas hambanya dengan kebaikan, dan membebaskan dari api
Neraka. Sungguh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah memerintahkan
khalayak umum, sampai wanita-wanita sekalipun, agar keluar untuk shalat
ied. Kaum wanita disunnahkan menghadirinya tanpa pakai wewangian, tidak
berpakaian dengan pakaian biasa dan pakaian yang menarik perhatian, dan
tidak bercampur aduk dengan lelaki. Sedang wanita yang sedang haidh agar
keluar untuk menghadiri da’wah (khutbah) dan dilarang mendirikan
shalat.
Keluar untuk shalat ied itu adalah menampakkan syiar
Islam dan menjadi suatu pertanda yang nyata, maka bersemangatlah untuk
menghadirinya wahai orang yang dirahmati Allah. Karena sesungguhnya ied
itu termasuk kesempurnaan hukum-hukum pada bulan yang diberkahi ini.
Upayakanlah betul-betul untuk khusyu’, menjaga pandangan dan dari yang
haram. Hendaklah menjaga lisan dan omong kosong, porno, dan bohong. Juga
jagalah pendengaran dan mendengarkan perkataan yang tak karuan,
nyanyian nyanyian, musik, dan mendatangi pesta-pesta, hura-hura dan
permainan yang diadakan oleh sebagian orang bodoh. Karena seharusnya
ketaatan itu diikuti dengan ketaatan pula, bukan sebaliknya.
Oleh
karena itu Nabi mensyari’atkan bagi ummatnya untuk menyambung puasa
Ramadhan itu dengan puasa sunnat 6 hari di bulan Syawwal. Bahwasanya
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
berpuasa Ramadhan dan diikuti dengan (puasa sunnah) enam hari dari
Bulan Syawwal maka seakan-akan ia berpuasa setahun.” (HR. Muslim).
No comments:
Post a Comment